Selasa, 15 Maret 2011

BENCANA ALAM-GURUKU

BENCANA ALAM-GURUKU

Lingkungan sebagai tempat belajar

Bencana Alam merupakan keadaan alamiah yakni terjadinya perubahan kondisi alam yang dapat diprediksi maupun tidak dapat diprediksi. Indonesia adalah Negara yang sering mengalami bencana alam.  Kondisi ini disadari betul oleh masyarakat Indonesia, mengingat Indonesia menempati rangking kedua, Negara rentan bencana setelah Bangladesh. Penelitian ini dilakukan oleh Maplecroft, sebuah Firma Konsultan Resiko Global, yang belum lama ini merilis Indeks Resiko Bencana Alam. Menurut Dr. Anna Moss, analisis lingkungan dari Maplecroft, “Kemiskinan adalah faktor yang menentukan di Negara yang memiliki frekuensi dan dampak bencana tinggi”.
Bencana yang akhir-akhir ini melanda bangsa Indonesia barang kali adalah hipotesa mengenai ketidakmampuan kita (pemerintah) memberantas setan mungil bertanduk dua bernama kemiskinan. Bencana dan kemiskinan memang menjadi sosok menakutkan dan salah satu penghambat proses pembangunan nasional.
Bencana alam yang melanda daerah di Indonesia meninggalkan jejak sejarah dan pelajaran yang penting. Walaupun tak ayal bencana alam juga meninggalkan kesedihan bagi para korbannya. Oleh karena itu sikap traumatik akibat dari dampak psikologis secara tidak langsung membentuk pola hidup ataupun pola pikir masyarakat yang tertimpa bencana itu sendiri. Semakin sering terjadi bencana maka semakin pandailah masyarakat untuk mewaspadainya. Ciri-ciri yang sering muncul dan mudah diamati dapat di pelajari sebagai bahan pengetahuan dalam mencari solusi sekalipun keadaan ini kadang masih bercampur dengan tradisi, mitos dan kepercayaan.
Misalnya saja bencana alam, gunung meletus di Yogyakarta 26 Oktober 2010, kepercayaan  terhadap Sultan Hamengkubuwono 10 sebagai kepala pemerintahan daerah dan tokoh spiritual mampu mengkondisikan masyarakatnya untuk tetap merasa aman,  yakni ketika di wawancarai salah satu televisi swasta terkemuka Indonesia, beliau mengatakan, “Kondisi kota Yogyakarta aman, jadi jangan sungkan untuk datang ke kota ini. Gunung merapi tidak akan meledak, tetapi hanya mengeluarkan eruption dan radius eruption tersebut tidak mencapai lebih dari jarak 10 km”. hal tersebut menjadikan warga Yogyakarta merasa aman dan tetap melakukan aktifitas seperti biasa. Sama halnya dengan Juru Kunci gunung merapi Alm. Mbah Marijan yang merupakan sosok penjaga gunung merapi yang dipercaya mampu menerjemahkan arti dari setiap aktifitas gunung merapi.
dengan banyaknya bencana yang sering dialami, membuat hampir seluruh masyarakat telah memiliki pengetahuan umum tentang hal yang harus diperbuat apabila terjadi bencana. Misalnya: berlindung ke kolong meja saat terjadi gempa bumi atau berlari ketempat yang lebih tinggi saat tsunami.Hal ini semetinya menjadi titik tolak dalam menyikapi sesuatu, pola yang timbul dari bencana alam tersebut merupakan bukti ilmiah sumber pengetahuan, infomasi yang perlu dipelajari, digali . tindakan seperti itu dikategorikan sebagai tindakan reaktif, yang dirasa belum cukup untuk Negara yang rawan bencana seperti Indonesia. Di Jepang, salah satu negara rawan bencana di dunia, disaster awareness mencakup pemberian pengetahuan kepada masyarakat untuk tidak sekedar melakukan tindakan reaktif, tetapi yang lebih penting adalah melakukan tindakan antisipatif yang terkoordinir pada saat terjadinya bencana. Pengetahuan praktis semacam ini yang sangat diperlukan disamping ada pula pembenahan yang seharusnya dilakukan pemerintah yakni manajemen bencana dan sistem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar